Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

PERTANIAN TERINTEGRASI, SEBUAH KEHARUSAN

Oleh ; Wayan Supadno/Pak Tani Negara kita pangsa pasar kebutuhan pupuk ribuan trilyun per tahunnya, sebaliknya potensi pupuk berasal dari alam baik organik maupun hayati/mikroba juga di atas 100 juta ton/tahun. Tapi, kita impor bahan pupuk kimia dan pupuk kimia jadi siap tabur juga ratusan trilyun per tahun nya. Sesungguhnya, jika kita bijak cerdas mengelola saling kait mengkaitkan antara satu dengan yang lain yang ada di sekitar kita tak perlu impor besar besaran dan rutin jangka panjang, apalagi jika kita impor jumlah besar pupuk kimia yang mahal tapi secara bersamaan kita juga ekspor jumlah besar bahan baku pupuk kekinian sehat ramah lingkungan berkelanjutan yaitu pupuk organik misal serbuk kelapa ( _cocopeat_ ) ke negara negara yang patuh dengan ajaran ilmu pengetahuan yang sebenar benarnya. Jika kita audit secara umum pada sektor dominan misalkan Kelapa Sawit, kebutuhan pupuk NPK Kimia  selama ini antara 6 sd 9 kg/pohon/tahun, dengan harga sekitaran Rp 8.000/kg dan rerata populasi

Pada tahun 2030 nanti, NTT akan kekurangan beras 329 ribu ton.

Hal ini disampaikan oleh Ibu Gloria Merry Karolina Ginting, SP, MM, M.Sc, Kasubdit Perluasan dan Perlindungan Lahan, Ditjen PSP Kementerian Pertanian RI, pada kegiatan workshop Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, di Hotel Neo 24-26 Oktober 2017. Ibu Gloria mendapatkan angka ini dengan melihat (1) tingkat pertumbuhan penduduk, (2) konsumsi beras per kapita, (3) luas lahan sawah (4) Produktivitas padi, (5) Indeks Pertanaman. Pertumbuhan penduduk adalah sebuah keniscayaan, sehingga apabila faktor lain diasumsikan tetap, maka defisit beras di NTT akan semakin besar. Saat ini pun NTT defisit beras sekitar 150 ribu ton per tahun dan terus meningkat sekitar 10 ribu ton tiap tahun. Ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk masih lebih tinggi dari peningkatan produksi dan produktivitas padi. Salah satu sumber pangan yaitu lahan pertanian patut mendapat perhatian. Ketika persaingan hidup semakin ketat, lahan pertanian rentan untuk dialih-fungsi, karena dianggap

Jokowi: Masalah NTT hanyalah air

TEMPO.CO ,  Jakarta  - Presiden Joko Widodo mengatakan masalah Nusa Tenggara Timur (NTT) hanyalah air. Presiden yakin, apabila ada air, NTT akan berkembang. "Jika musim hujan ada air, kemarau juga ada air, NTT akan berkembang dengan baik," ucap Presiden Jokowi saat meresmikan pos lintas batas negara di Mota'ain, Kabupaten Belu, Rabu, 28 Desember 2016. Karena itu, menurut Presiden, NTT mendapat jatah pembangunan tujuh dari 49 waduk yang dibangun di seluruh Indonesia. Salah satu waduk yang dibangun di Belu adalah Waduk Rotiklot. "Tadi bicara dengan Bupati Belu. Dia minta tambah waduk. Sudah tujuh mau  nambah  lagi," ujar Jokowi. Menurut Presiden, berkembang-tidaknya NTT bergantung pada ketersediaan air. Jika ada air, masyarakat bisa memanfaatkannya untuk pengembangan potensi pertanian, seperti jagung dan bawang merah. "Kalau ada air, mau tanam jagung atau apa saja juga bagus. Kuncinya air."  Jika ada air, kata Jokowi, NTT akan hijau, pertanian akan bagus