Langsung ke konten utama

PERTANIAN TERINTEGRASI, SEBUAH KEHARUSAN

Oleh ; Wayan Supadno/Pak Tani


Negara kita pangsa pasar kebutuhan pupuk ribuan trilyun per tahunnya, sebaliknya potensi pupuk berasal dari alam baik organik maupun hayati/mikroba juga di atas 100 juta ton/tahun. Tapi, kita impor bahan pupuk kimia dan pupuk kimia jadi siap tabur juga ratusan trilyun per tahun nya.

Sesungguhnya, jika kita bijak cerdas mengelola saling kait mengkaitkan antara satu dengan yang lain yang ada di sekitar kita tak perlu impor besar besaran dan rutin jangka panjang, apalagi jika kita impor jumlah besar pupuk kimia yang mahal tapi secara bersamaan kita juga ekspor jumlah besar bahan baku pupuk kekinian sehat ramah lingkungan berkelanjutan yaitu pupuk organik misal serbuk kelapa ( _cocopeat_ ) ke negara negara yang patuh dengan ajaran ilmu pengetahuan yang sebenar benarnya.

Jika kita audit secara umum pada sektor dominan misalkan Kelapa Sawit, kebutuhan pupuk NPK Kimia  selama ini antara 6 sd 9 kg/pohon/tahun, dengan harga sekitaran Rp 8.000/kg dan rerata populasi 142 pohon/ha. Totalnya sekitar Rp 9 juta/ha/tahun, saat ini luas Sawit kita lebih dari 12 juta hektar, praktis kebutuhan nasional buat Sawit saja minimal Rp 100 Trilyun/tahun.

Di balik itu, kita impor Sapi 800.000 ekor Sapi/tahun, jika 800.000 ekor yang kita impor jantan semua maka setara dengan hasil anakan dari indukan 2.5 juta ekor dan ditargetkan tahun 2024 baru bisa swasembada Sapi.
Duuuh..
Kok pesimis sekali.
Hehehe..

Dalam skala Petani Sawit Plasma 2 ha/KK , jika mengintegrasikan dengan Sapi 8 ekor saja maka dapat pupuk kadang  padat feses sebanyak 24 ton kering angin dan 22.000 liter pupuk cair dari urine/tahun nya.

Rinciannya..
Jika 1 ekor Sapi Semental/Limosin 400 kg/ekor  maka per harinya produksi fesesnya 7% dari berat badan (BB) dengan kadar air 60% atau sekitar 3 ton/ekor/tahun, jika 8 ekor 24 ton/KK/tahun dan bisa produksi urine 400 kg BB Sapi x 3.5% BB x 365 hari atau 2.700 liter/ekor/tahun, jika 8 ekor 22.000 liter/tahun. Jika dipermentasi sempurna plus mikroba biopestisida/biocontrol pathogen maka akan jadi _*makanan super mewah*_ bagi tanaman.

Kebutuhan pakan Sapi 400 kg/hari nya ;
3 Pelepah Sawit
20 kg Kacangan basah
6 kg Bungkil Sawit
(Sumber ; DR Ketut Muditha, Pakar Ilmu Nutrisi Pakan Sapi dari Sawit, UGM)

Hemm...
Jika 1 KK Petani Sawit 2 ha memiliki 8 ekor Sapi punya pupuk sendiri yang padat 48 ton/tahun dan 42.000 liter/tahun. Maka tak perlu lagi harus menguras uang kantong hasil panen TBS buat beli pupuk kimia Rp 18 juta/KK/tahun. Mungkin cukup dengan Rp 4 juta/KK 2 ha/tahun. Niscaya karena biaya produksi TBS menurun drastis, produksi naik tajam, laba meningkat tajan, cepat kembali modal (ROI) dan lahanpun tetap lestari ramah lingkungan. 

Petani akan jauh lebih sejahtera karena kenaikan nilai aset Sapi 8 ekor bisa Rp 15 jutaan/ekornya atau Rp 120 jutaan/KK 8 ekor Sapi dengan lahan Sawit 2 ha selain dari pupuk dan peningkatan hasil laba TBS nya.*

Sesungguhnya..
Inilah salah 1 alternatif strategis mengatasi masalah masyarakat pertanian kita terkait ;
1. Impor Sapi 800.000 ekor/tahun.
2. Kemiskinan 27 juta adanya di Pedesaan 61% dan Petani 51% (BPS Terkini).
3. Borosnya kita terhadap devisa guna impor pupuk kimia selama ini.
4. Mengalihkan dana subsidi pupuk NPK kimia Rp 31 Trilyun/tahun.
5. Meminimalkan degradasi kualitas lahan pertanian kita.


*Kebijakan tanpa dasar ilmu pengetahuan sesungguhnya bukanlah sebuah  kebajikan (WS)


Salam 🇮🇩
WS/Pak Tani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknik Pembibitan Tanaman Kelapa Dalam

Oleh Yeany M. Bara Mata, SP (PBT Ahli Pertama)   Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov. NTT Pendahuluan             Benih adalah bahan tanaman yang menjadi cikal bakal penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Khusus pada tanaman perkebunan seperti kelapa, ketepatan menentukan dan memilih jenis yang akan ditanam serta sumber benih yang baik akan menjadi dasar keberhasilan pengembangan lebih lanjut. Kesalahann pengambilan benih akan berpengaruh buruk untuk jangka panjang dan sulit diganti dalam waktu singkat.             Tanaman kelapa digolongkan atas dua tipe yaitu tipe kelapa dalam dan tipe kelapa genjah. Pada setiap tipe ini dipisahkan lagi atas kultivars-kultivar berdasarkan perbedaan-perbedaan karateristik tertentu, produktifitas dan daya adaptasi pada agroekosistem spesifik. Setiap kultivar kelapa dalam umumnya memiliki keragaman karateristik yang cukup besar dibandingkan kultivar-kultivar tipe genjah, akibat sifat penyerbukan silangn

Juknis Sertifikasi Benih Tanaman Perkebunan di Prov. NTT

Oleh Yeany M. Bara Mata, SP (PBT Ahli Pertama) PENDAHULUAN             Benih bermutu dan budidaya tanaman memegang peranan yang menentukan   teruatama dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil. Kesalahan dalam pembinaan perbenihan tanaman akan menimbulkan kegagalan dalam budidaya tanaman baik ditinjau dari kepentingan individu petani maupun kepentingan nasional. Benih bersertifikat menjamin produksi dan produktifitas dari tanaman tersebut, oleh karena itu pada setiap pengembangan perkebunan harus mengutamakan penggunan benih bermutu yang telah lulus sertifikasi dan dalam pengadaan serta pengedarannya dilakukan pengawasan sampai pada pengguna/konsumen.             Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 dinyatakan bahwa benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan UU No 12 tahun 1992 dan PP No 44 tahun 1995 tersebut, pe

Pada tahun 2030 nanti, NTT akan kekurangan beras 329 ribu ton.

Hal ini disampaikan oleh Ibu Gloria Merry Karolina Ginting, SP, MM, M.Sc, Kasubdit Perluasan dan Perlindungan Lahan, Ditjen PSP Kementerian Pertanian RI, pada kegiatan workshop Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, di Hotel Neo 24-26 Oktober 2017. Ibu Gloria mendapatkan angka ini dengan melihat (1) tingkat pertumbuhan penduduk, (2) konsumsi beras per kapita, (3) luas lahan sawah (4) Produktivitas padi, (5) Indeks Pertanaman. Pertumbuhan penduduk adalah sebuah keniscayaan, sehingga apabila faktor lain diasumsikan tetap, maka defisit beras di NTT akan semakin besar. Saat ini pun NTT defisit beras sekitar 150 ribu ton per tahun dan terus meningkat sekitar 10 ribu ton tiap tahun. Ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk masih lebih tinggi dari peningkatan produksi dan produktivitas padi. Salah satu sumber pangan yaitu lahan pertanian patut mendapat perhatian. Ketika persaingan hidup semakin ketat, lahan pertanian rentan untuk dialih-fungsi, karena dianggap